Hamas Tolak Tawaran Gencatan Senjata, Israel Gempur Gaza Tewaskan 24 Orang
Ketegangan antara Israel dan kelompok militan Hamas di Jalur Gaza kembali memuncak setelah Hamas resmi menolak tawaran gencatan senjata yang disebarkan melalui mediator internasional. Penolakan ini langsung direspon oleh Israel dengan melancarkan serangan udara secara intensif ke sejumlah titik strategi di Gaza, menewaskan sedikitnya 24 orang dan melukai puluhan lainnya.
Insiden ini memperpanjang kekerasan yang telah berlangsung selama berbulan-bulan sejak konflik besar terakhir meletus pada tahun 2023. Kondisi di wilayah kantong Palestina itu semakin memprihatinkan, mengingat krisis kemanusiaan yang tak kunjung berakhir serta memburuknya kondisi infrastruktur akibat blokade dan serangan militer berkepanjangan.

Hamas Tolak Tawaran Gencatan Senjata, Israel Gempur Gaza Tewaskan 24 Orang
Dalam sebuah pernyataan resmi, juru bicara Hamas menegaskan bahwa menolak usulan gencatan senjata karena
Dinilai tidak mengakomodasi syarat-syarat utama yang mereka ajukan, termasuk jaminan total blokade atas Gaza, pembukaan jalur bantuan kemanusiaan, dan pembebasan warga Palestina yang ditahan oleh Israel.
“Kami menolak tawaran yang tidak menjamin hak-hak rakyat Palestina dan hanya memperpanjang penderitaan kami,
ujaran juru bicara Hamas melalui saluran media resmi mereka. Ia menambahkan bahwa pihaknya siap melanjutkan perlawanan selama hak-hak rakyat Palestina belum diakui dan dilindungi secara adil.
Tawaran gencatan senjata tersebut sebelumnya disampaikan oleh mediator dari Mesir dan Qatar, dengan dukungan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) serta Amerika Serikat. Proposal itu mencakup perlindungan serangan dari kedua belah pihak
pembukaan koridor bantuan, dan rencana negosiasi lebih lanjut untuk solusi jangka panjang.
Serangan Balasan Israel ke Gaza
Tak lama setelah diumumkan, militer Israel (IDF) melancarkan rencana serangan udara yang menargetkan klaim mereka sebagai markas dan gudang senjata milik Hamas. Serangan berlangsung selama lebih dari enam jam pada malam hari, menghantam wilayah padat penduduk di Kota Gaza, Khan Younis, dan Rafah.
Dalam pernyataan resmi, juru bicara militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan respons atas eskalasi serangan roket dari Gaza ke wilayah Israel selatan. “Kami akan terus menghancurkan infrastruktur teroris Hamas sampai mereka menerima gencatan senjata yang menjamin keamanan warga negara kami,” ujar pihak IDF.
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa serangan tersebut merugikan sedikitnya 24 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Sementara itu, lebih dari 70 orang dilaporkan mengalami luka-luka, sebagian besar dalam kondisi kritis. Rumah sakit di Gaza yang sebelumnya telah mengirimkan menangani korban luka akibat serangan sebelumnya, kini kembali terisi pasien dalam kondisi darurat.
Krisis Kemanusiaan yang Memburuk
Kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk setelah serangan terbaru. Blokade yang diberlakukan Israel selama bertahun-tahun membuat akses terhadap kebutuhan dasar seperti air bersih, listrik, dan obat-obatan sangat terbatas. Serangan udara yang menyasar infrastruktur publik juga memperparah situasi, menyebabkan ribuan warga kehilangan tempat tinggal dan hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Lembaga-lembaga bantuan internasional, termasuk Palang Merah dan UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina), menyatakan secara mendalam peningkatan jumlah korban jiwa dan rusaknya fasilitas publik seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah.
“Kami tiba kepada semua pihak untuk menahan diri dan segera kembali ke meja perundingan.
Korban utama dari konflik ini adalah warga sipil, terutama anak-anak dan perempuan, yang hidup dalam ketakutan setiap hari,
kata Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal UNRWA dalam sebuah pernyataan.
Reaksi Internasional
Meningkatnya eskalasi konflik di Gaza kembali menarik perhatian dunia internasional.
Sejumlah negara dan organisasi internasional mendesak kedua pihak untuk menahan diri dan kembali mengejar solusi demi menghindari krisis kemanusiaan yang lebih parah.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyatakan membiarkan situasi tersebut terjadi dan meminta Israel serta Hamas untuk menahan diri.
Kami terus bekerja sama dengan mitra regional untuk mendorong penegakan kekerasan. Kematian warga sipil tidak dapat diterima dan harus segera dihentikan,” tegas Biden dalam konferensi pers di Gedung Putih.
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyampaikan kecaman terhadap kekerasan yang terjadi
dan dibukanya agar semua pihak menghormati hukum kemanusiaan internasional. “Indonesia mendesak untuk menghentikan serangan terhadap warga sipil dan mendukung upaya internasional untuk menciptakan perdamaian yang adil dan berkelanjutan di Palestina,” demikian pernyataan resmi Kemlu RI.
Baaca juga: Trump Urungkan Penerapan Tarif Tinggi untuk Kapal China di Pelabuhan AS
Upaya Diplomasi Masih Berjalan
Meskipun gencatan senjata ditolak oleh Hamas, mediator dari Mesir, Qatar, dan Turki terus melakukan upaya negosiasi di balik layar.
Mereka berupaya menyusun proposal baru yang dapat diterima kedua belah pihak, sambil mendorong agar jalur kemanusiaan dibuka
sesegera mungkin untuk mengurangi penderitaan warga sipil.
Beberapa diplomat menyatakan bahwa ada kemungkinan kompromi jika Hamas mendapat jaminan tertulis mengenai
pembukaan akses bantuan dan penerapan blokade, sementara Israel menginginkan jaminan keamanan penuh terhadap
warganya dari serangan roket dan terowongan bawah tanah yang sering digunakan milisi Hamas.
“Negosiasi belum sepenuhnya gagal. Masih ada ruang untuk pembicaraan lanjutan, tetapi waktunya semakin sempit.
Jika tidak ada kemajuan dalam beberapa hari ke depan, risiko eskalasi penuh akan semakin tinggi,” ujar seorang diplomat senior dari Mesir yang tidak disebutkan namanya.
Dampak Terhadap Proses Perdamaian Jangka Panjang
Penolakan gencatan senjata ini akan semakin memperumit proses perdamaian jangka panjang antara Palestina dan Israel.
Sejumlah analis politik menyatakan bahwa kebuntuan diplomasi saat ini merupakan cerminan dari krisis kepercayaan yang
mendalam antara kedua pihak, ditambah dengan tekanan dari kelompok politik internal masing-masing yang menghambat proses negosiasi.
Konflik ini juga menunjukkan bahwa upaya perdamaian tidak cukup hanya dilakukan melalui tekanan militer atau medias
Sementara itu, namun membutuhkan pendekatan yang menyentuh akar permasalahan, termasuk isu status Yerusalem, pengakuan kemerdekaan Palestina, serta hak kembali bagi pengungsi.
Penutup
Penolakan Hamas terhadap tawaran gencatan senjata terbaru dan serangan balasan Israel ke Gaza menunjukkan bahwa
konflik Israel-Palestina masih jauh dari kata selesai. Dengan jumlah korban yang terus bertambah dan krisis kemanusiaan yang kian memburuk
Diperlukan upaya kemitraan yang lebih kuat dari komunitas internasional untuk mendorong penyelesaian damai yang adil dan berkelanjutan.
Masyarakat internasional, termasuk negara-negara berpengaruh, organisasi kemanusiaan, dan lembaga multilateral
memiliki tanggung jawab moral untuk menghentikan penderitaan rakyat sipil di wilayah konflik. Perdamaian bukan sekadar
kesepakatan politik, tetapi sebuah kebutuhan mendesak bagi jutaan orang yang telah terlalu lama hidup dalam bayang-bayang perang.