Korban Sindikat Penipuan Online Di Myanmar Telah Dibebaskan

Korban Sindikat Penipuan Online

Korban Sindikat Penipuan Online Di Myanmar Telah Dibebaskan Ratusan individu yang menjadi korban sindikat penipuan daring kini telah berhasil dibebaskan dan ditempatkan di fasilitas penampungan sementara di Kota Myawaddy, yang terletak di perbatasan dengan Thailand.

Para korban ini merupakan bagian dari sekitar 7.000 orang yang berasal dari lebih dari 24 negara dan tengah menunggu proses pemulangan ke negara masing-masing melalui jalur Thailand.

Berdasarkan laporan dari kantor berita AFP, Kamis (27/2/2025), pemerintah Myanmar, yang mendapat tekanan kuat dari Tiongkok, akhirnya mulai mengambil langkah konkret untuk memberantas sindikat penipuan daring yang telah berkembang pesat. Dengan bantuan Pasukan Penjaga Perbatasan (BGF), ribuan orang telah dibebaskan dari jeratan jaringan kriminal tersebut.

Korban Sindikat Penipuan Online Di Myanmar

Korban penipuan pusat online scam di Myanmar.

Fenomena sindikat penipuan daring telah marak di wilayah perbatasan Myanmar dalam beberapa tahun terakhir, menjadi bagian dari industri kejahatan yang menghasilkan miliaran dolar setiap tahunnya. Ribuan tenaga kerja asing direkrut dengan janji pekerjaan bergaji tinggi, namun pada kenyataannya, mereka dipaksa untuk menjalankan aksi penipuan daring yang menyasar korban dari berbagai belahan dunia melalui media sosial.

Bagi mereka yang menolak untuk menjalankan tugas tersebut, berbagai bentuk kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi diberlakukan, termasuk pemukulan, pelecehan, serta sanksi fisik lainnya. Para korban juga kehilangan akses terhadap paspor dan ponsel mereka, sehingga nyaris mustahil bagi mereka untuk melarikan diri atau menghubungi pihak berwenang di negara asal mereka.

Seorang pria asal India yang menjadi korban dalam jaringan tersebut mengungkapkan bahwa awalnya ia melamar pekerjaan sebagai petugas entri data, namun berakhir sebagai bagian dari pusat operasi penipuan daring. Ia bahkan sempat menghubungi Kedutaan Besar India di Bangkok untuk meminta bantuan, tetapi tidak mendapatkan tanggapan yang diharapkan.

Kebebasan yang akhirnya diperoleh para korban membawa secercah harapan, termasuk bagi seorang pria berkewarganegaraan Tiongkok bermarga Wang.

“Saya akhirnya bisa keluar dari situasi mengerikan ini. Kembali ke Tiongkok adalah hal terbaik yang bisa terjadi bagi saya. Negara saya adalah tempat yang paling aman,” ungkapnya.

Namun, proses pemulangan para korban ke negara masing-masing berjalan lambat, mengakibatkan mereka masih tertahan di fasilitas penampungan sementara dalam kondisi yang kurang layak. BGF sendiri menyatakan keinginannya untuk segera mendeportasi para korban ke Thailand guna mempercepat kepulangan mereka, mengingat kesulitan yang mereka hadapi dalam menangani jumlah orang yang begitu besar.

Ribuan Orang Menjadi Korban

“Kami harus menyediakan makanan tiga kali sehari bagi ribuan orang dan memastikan kondisi kesehatan mereka tetap terjaga,” ujar juru bicara BGF, Naing Maung Zaw, yang juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap potensi penyebaran penyakit menular di fasilitas tersebut.

Naing Maung Zaw juga menyerukan kepada berbagai kedutaan besar untuk segera datang dan memulangkan warga negara mereka. Ia menegaskan bahwa penundaan dalam proses ini dapat memperburuk situasi di lapangan.

Senada dengan pernyataan tersebut, para korban juga mengungkapkan keinginan besar mereka untuk segera kembali ke negara asal. Kondisi tempat penampungan yang penuh sesak dan tidak memadai semakin menambah penderitaan mereka.

“Kami tahu bahwa kami kini dalam keadaan aman. Namun, sudah delapan hari kami menunggu. Mengapa kami masih belum bisa berangkat ke Thailand?” tanya seorang pria asal Pakistan dengan penuh keprihatinan.

Dalam beberapa minggu ke depan, pemerintah Myanmar, Tiongkok, dan Thailand diperkirakan akan mengadakan pertemuan trilateral guna membahas mekanisme repatriasi bagi para korban. Diharapkan, dengan adanya koordinasi ini, proses pemulangan dapat berjalan lebih cepat dan efektif, sehingga para korban dapat kembali ke negara asal mereka dalam kondisi yang lebih baik.

Kasus ini menjadi sorotan internasional dan menegaskan perlunya kerja sama lintas negara dalam menangani sindikat kriminal yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan aksi penipuan. Ke depannya, diharapkan langkah-langkah preventif yang lebih kuat dapat diterapkan guna mencegah kejadian serupa terulang kembali.

By Admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

saya bukan robot *Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.