Presiden Korea Selatan Dibebaskan Disambut Ratusan Pendukung yang sedang menjalani proses pemakzulan, Yoon Suk Yeol, secara resmi dibebaskan dari pusat tahanan pada Sabtu (8/3/2025) setelah pengadilan memutuskan untuk membatalkan surat perintah penahanannya.
Meskipun telah dibebaskan, Yoon masih menghadapi tuntutan atas dugaan pemberontakan dan menunggu keputusan akhir dari Mahkamah Konstitusi terkait status kepemimpinannya. Proses hukum terhadap dirinya masih terus berlanjut, sementara masyarakat Korea Selatan terpecah dalam menyikapi perkembangan terbaru ini.
Setelah keluar dari pusat tahanan, Yoon tampak tersenyum dan memberikan salam dengan membungkukkan badan di hadapan para pendukungnya yang berkumpul untuk memberikan dukungan. Ia menyampaikan rasa terima kasihnya kepada rakyat Korea Selatan atas dukungan yang terus mengalir kepadanya.
“Saya dengan tulus menundukkan kepala dan menyampaikan rasa terima kasih saya kepada bangsa ini,” ujar Yoon dalam pernyataan yang dirilis oleh tim hukumnya, sebagaimana dikutip dari Reuters pada Sabtu (8/3/2025).
Presiden Korea Selatan Dibebaskan
Pria berusia 64 tahun tersebut kemudian langsung menuju kediaman kepresidenan, di mana ratusan pendukung telah berkumpul untuk menyambutnya dengan penuh semangat. Para pendukungnya menganggap pembebasan ini sebagai awal dari pemulihan kekuasaannya.
Namun, keputusan pengadilan untuk membebaskan Presiden Yoon mendapatkan kecaman keras dari pihak oposisi. Seorang juru bicara dari Partai Demokrat menyatakan bahwa pembebasan ini mencerminkan ketidakadilan dalam sistem hukum dan menegaskan bahwa langkah berikutnya haruslah pencopotan resmi Yoon dari jabatan presiden.
“Dia bertindak seperti seorang pemimpin perang yang baru saja meraih kemenangan,” ujar juru bicara oposisi dalam pernyataannya.
“Satu-satunya langkah yang harus diambil saat ini adalah pemecatan Yoon dari jabatannya secepat mungkin,” tambahnya.
Sebagai informasi, Yoon menjadi presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang ditangkap saat masih menjabat. Ia ditahan sejak 15 Januari 2025 atas tuduhan pemberontakan setelah mengambil langkah kontroversial dengan secara sepihak memberlakukan darurat militer pada 3 Desember 2024.
Keputusan tersebut didasarkan pada klaim Yoon bahwa darurat militer diperlukan untuk mencegah dominasi legislatif dari pihak oposisi. Namun, para kritikus menuding tindakan itu sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan guna mempertahankan posisinya sebagai kepala negara.
Menanggapi situasi tersebut, Parlemen Korea Selatan dengan cepat mengambil langkah tegas dengan membatalkan status darurat militer yang ditetapkan oleh Yoon dan segera memakzulkannya dari jabatan presiden.
Pada Jumat (7/3/2025), Pengadilan Distrik Pusat Seoul akhirnya mengeluarkan keputusan yang membatalkan surat perintah penahanan Yoon. Dalam putusannya, pengadilan menyatakan bahwa terdapat kejanggalan dalam proses penyelidikan dan dakwaan terhadap Yoon, sehingga penahanannya dianggap tidak sah secara hukum.
Disambut Oleh Pendukungnya
Keputusan ini memicu kontroversi dan mendapatkan tanggapan beragam dari berbagai pihak. Jaksa penuntut yang menangani kasus ini menyatakan ketidakpuasannya atas keputusan pengadilan, dengan menilai bahwa pembatalan surat perintah penahanan tersebut merupakan bentuk ketidakadilan yang dapat menghambat proses hukum lebih lanjut.
Para pengamat politik menilai bahwa pembebasan Yoon dapat memperburuk situasi politik di Korea Selatan, yang kini tengah menghadapi ketegangan antara pendukung dan penentangnya. Tidak sedikit yang khawatir bahwa kondisi ini akan menimbulkan gejolak baru di tengah upaya negara tersebut untuk menjaga stabilitas politik.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi masih terus memproses pemakzulan Yoon dan dalam waktu dekat diharapkan akan mengeluarkan keputusan akhir terkait nasib kepemimpinannya. Jika pemakzulan disahkan, maka Yoon akan kehilangan jabatannya secara permanen dan tidak lagi memiliki kewenangan sebagai presiden.
Dalam situasi yang masih belum menentu ini, masyarakat Korea Selatan menantikan perkembangan lebih lanjut dari proses hukum yang tengah berlangsung. Sementara pendukung Yoon berharap ia dapat kembali berkuasa, pihak oposisi dan kelompok kritikus mendesak agar ia segera dicopot dan diadili secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku.
Di tengah ketidakpastian politik ini, banyak pihak berharap agar pemerintah dan lembaga hukum Korea Selatan dapat menangani situasi ini dengan transparan dan adil, sehingga stabilitas negara dapat tetap terjaga dan demokrasi tetap berjalan dengan baik.
Perkembangan selanjutnya dari kasus ini akan sangat menentukan arah politik Korea Selatan ke depan. Dengan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang memegang keputusan akhir, dunia tengah menantikan apakah Yoon akan tetap bertahan sebagai presiden atau akhirnya harus lengser dari jabatannya secara permanen.
Baca Juga : Korea Selatan Umumkan Darurat Militer Warga Khawatir