China Sebut Presiden Taiwan dalam Posisi Separatis
Ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan kembali meningkat setelah pernyataan keras dilontarkan oleh Beijing.
Pemerintah China menyebut bahwa Presiden Taiwan yang baru, Lai Ching-te, berada dalam posisi separatis dan secara terang-terangan mendukung kemerdekaan Taiwan dari Tiongkok. Pernyataan ini pun menuai reaksi luas, baik di kawasan Asia maupun dari komunitas internasional.

Pernyataan Resmi dari China
Dalam konferensi pers terbaru, juru bicara Kantor Urusan Taiwan di bawah Dewan Negara Tiongkok menyatakan bahwa pidato pelantikan Presiden Lai mengandung unsur separatis yang membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah China. “Kami dengan tegas menolak segala bentuk aktivitas separatis yang mengarah pada kemerdekaan Taiwan,” ujar perwakilan tersebut.
China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya berdasarkan prinsip “Satu China”, meskipun pulau tersebut telah memiliki pemerintahan sendiri selama lebih dari tujuh dekade. Bagi Beijing, segala bentuk pernyataan atau tindakan politik dari pejabat tinggi Taiwan yang menyiratkan kemerdekaan dianggap sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan nasional.
Pidato Pelantikan yang Memicu Ketegangan
Presiden Lai Ching-te dalam pidato pelantikannya menegaskan tekad untuk mempertahankan demokrasi dan kebebasan di Taiwan. Ia juga menyatakan bahwa Taiwan dan China “tidak berada di bawah yurisdiksi satu sama lain,” pernyataan yang secara tidak langsung menolak klaim Beijing atas pulau tersebut.
Bagi sebagian rakyat Taiwan, pernyataan itu mencerminkan suara mayoritas yang ingin mempertahankan status quo tanpa tekanan dari Tiongkok. Namun, bagi pemerintah China, ucapan tersebut dipandang sebagai tantangan terbuka terhadap prinsip “Satu China”.
Reaksi Internasional
Pernyataan keras dari China menuai perhatian dunia. Amerika Serikat, salah satu mitra strategis Taiwan, menyatakan dukungannya terhadap sistem demokrasi Taiwan, meskipun tetap menyatakan komitmennya pada kebijakan “One China Policy”. Beberapa negara di Eropa juga menyerukan agar kedua belah pihak menahan diri dan menghindari provokasi lebih lanjut.
Di kawasan Asia, negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan menekankan pentingnya stabilitas di Selat Taiwan. Ketegangan di wilayah tersebut dikhawatirkan bisa berdampak luas terhadap jalur perdagangan internasional dan keamanan regional.
Latihan Militer sebagai Respons
Sebagai tanggapan atas pidato Presiden Taiwan, militer China mengumumkan latihan militer skala besar di sekitar pulau Taiwan. Latihan ini mencakup simulasi blokade, serangan udara, dan operasi gabungan angkatan laut dan udara. Beijing menyebut latihan ini sebagai “peringatan serius” terhadap tindakan separatis.
Pemerintah Taiwan pun meningkatkan kesiagaan militernya. Kementerian Pertahanan Taiwan menegaskan bahwa mereka tidak akan memicu konflik, namun siap mempertahankan wilayah dan demokrasi mereka dari segala bentuk ancaman.
Kondisi Politik di Taiwan
Presiden Lai merupakan tokoh dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang dikenal mendukung identitas Taiwan yang terpisah dari China. Dalam pemilu 2024, ia memenangkan kursi presiden dengan suara mayoritas, melanjutkan kebijakan pendahulunya Tsai Ing-wen yang juga sering berselisih dengan Beijing.
Namun, sebagian rakyat Taiwan tetap menginginkan stabilitas dan menghindari konfrontasi terbuka dengan China. Oleh karena itu, pemerintahan Lai diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara memperjuangkan identitas Taiwan dan menghindari eskalasi militer.
Baca juga:Serukan WNI Ilegal Dimalaysia Yang Ikuti Program Repatriasi 2.0,
Kesimpulan
Pernyataan keras China terhadap Presiden Taiwan menunjukkan betapa rentannya hubungan lintas selat saat ini. Meski Taiwan terus menegaskan komitmennya terhadap demokrasi dan kedaulatan, Beijing tetap menganggap semua itu sebagai bentuk separatisme. Situasi ini berpotensi meningkatkan ketegangan regional dan membutuhkan perhatian serius dari komunitas internasional untuk mencegah konflik terbuka di masa depan.