Hamas Bebaskan 3 Sandera Israel Barter 183 Tahanan Palestina Kelompok Hamas mengumumkan bahwa tiga warga Israel tambahan akan dibebaskan pada Sabtu (8/2) sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Israel.
Menurut laporan AFP, Hamas menyatakan bahwa ketiga sandera tersebut akan dibebaskan dalam tahap kelima pertukaran sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan 183 tahanan Palestina dari penjara mereka.
Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengonfirmasi bahwa setelah pertukaran tersebut selesai, delegasi Israel akan berangkat ke Doha untuk melanjutkan negosiasi lebih lanjut mengenai kelanjutan gencatan senjata.
Pertukaran terbaru ini terjadi di tengah reaksi keras atas usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait pengelolaan Gaza setelah konflik. Rencana kontroversial tersebut telah memicu perdebatan luas di kawasan Timur Tengah.
Hamas Bebaskan 3 Sandera Israel
Berdasarkan pernyataan Hamas, ketiga sandera yang akan dibebaskan adalah Eli Sharabi, Or Levy, dan Ohad Ben Ami. Nama-nama tersebut telah dikonfirmasi oleh kantor Netanyahu.
Kelompok advokasi tahanan Palestina, Palestinian Prisoners’ Club, melaporkan bahwa dalam pertukaran tahanan kali ini, 111 dari 183 tahanan yang dibebaskan merupakan warga Gaza yang ditahan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu konflik berkepanjangan.
Sementara itu, Presiden Trump, yang mendapat kritik luas atas pernyataannya mengenai Gaza, menyatakan bahwa ia tidak akan terburu-buru dalam mendorong rencana tersebut. Rencana yang diajukan mengusulkan pemindahan sebagian besar penduduk Palestina dari Gaza dan menempatkan wilayah tersebut di bawah kendali Amerika Serikat.
“Kami tidak dalam keadaan tergesa-gesa,” ujar Trump saat bertemu dengan Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, di Gedung Putih pada Jumat (7/2).
Setelah pernyataan tersebut, Israel dilaporkan telah menginstruksikan militernya untuk mempersiapkan rencana relokasi “sukarela” bagi warga Gaza. Namun, Hamas menolak rencana Trump dan menyebutnya sebagai “tidak dapat diterima sama sekali.”
Hingga saat ini, Israel dan Hamas telah menyelesaikan empat tahap pertukaran sandera sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata. Dalam pertukaran sebelumnya, militan Palestina telah membebaskan 18 sandera Israel dengan imbalan pembebasan sekitar 600 tahanan Palestina dari penjara Israel.
Kesepakatan gencatan senjata ini dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, dengan target awal pembebasan 33 sandera dalam periode 42 hari pertama.
Salah satu sandera yang telah dibebaskan, Yarden Bibas, menyampaikan permohonan langsung kepada Perdana Menteri Netanyahu agar segera mengambil langkah untuk membebaskan istri dan dua anaknya yang masih ditahan di Gaza.
“Perdana Menteri Netanyahu, saya berbicara langsung kepada Anda… Bawa kembali keluarga saya, bawa kembali teman-teman saya, bawa semua orang pulang,” ungkap Bibas dalam pernyataan publik pertamanya pasca pembebasan.
Sebelumnya, Hamas mengklaim bahwa istri dan kedua putra Bibas, yang merupakan sandera termuda dalam konflik ini, telah meninggal dunia. Namun, pihak Israel belum mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut.
Baca Juga : Hamas Lepaskan Empat Tentara Perempuan Israel Sebagai Ganti
Dalam wawancara dengan penyiar Israel Channel 14, Netanyahu menegaskan bahwa tahap pertama dari gencatan senjata ini telah berhasil dilaksanakan.
“Langkah selanjutnya akan lebih rumit, tetapi saya tetap optimistis bahwa kami dapat mencapainya,” ujar Netanyahu.
Kantor Perdana Menteri Israel juga menyatakan pada Jumat (7/2) bahwa delegasi Israel akan berangkat ke Doha segera setelah pertukaran sandera pada Sabtu (8/2) selesai.
Di tengah kecaman internasional dan kritik yang luas, Trump tetap mempertahankan pernyataannya mengenai masa depan Gaza.
“Gaza akan berada di bawah kendali Amerika Serikat setelah konflik ini berakhir,” tulis Trump dalam unggahan di platform media sosialnya, Truth Social, pada Kamis (6/2).
“Tentara AS tidak diperlukan! Kawasan ini akan segera mencapai stabilitas!”
Setelah pernyataan kontroversial tersebut, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menginstruksikan militer Israel untuk menyusun rencana relokasi “sukarela” bagi warga Gaza ke negara-negara lain yang bersedia menerima mereka.
Sementara itu, militer Israel mengungkapkan bahwa pada Jumat (7/2), Kepala Komando Pusat AS, Jenderal Michael Kurilla, telah bertemu dengan Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, untuk membahas situasi strategis di kawasan tersebut.
Dengan berlanjutnya negosiasi antara Israel dan Hamas, serta keterlibatan berbagai pihak internasional, situasi di Gaza masih berkembang dan menuntut perhatian dunia.