Hamas Sambut Proposal Damai Jamin Gencatan Senjata Terpatri Pada hari Sabtu, 12 April 2025, kelompok Hamas menyampaikan sikap terbukanya terhadap sebuah usulan gencatan senjata yang diajukan oleh para mediator internasional. Usulan tersebut mencakup penghentian permanen aksi militer serta penarikan penuh pasukan militer Israel dari wilayah Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Hamas menegaskan bahwa mereka menyambut baik inisiatif tersebut selama syarat-syarat yang diajukan dapat menjamin dihentikannya penderitaan rakyat Palestina. Selain itu, mereka juga menggarisbawahi pentingnya tercapainya kesepakatan pertukaran tahanan yang bersifat serius dan menyeluruh sebagai bagian dari solusi menyeluruh atas konflik yang tengah berlangsung.
Pernyataan itu disampaikan menjelang keberangkatan delegasi Hamas menuju ibu kota Mesir, Kairo, yang dilakukan atas undangan resmi dari pemerintah Mesir. Delegasi tersebut dijadwalkan bertemu dengan para perwakilan mediator dari Mesir dan Qatar untuk melanjutkan dialog yang telah dimulai dalam beberapa bulan terakhir.
Hamas Sambut Proposal Damai Gencatan Senjata
Pertemuan itu menjadi bagian dari rangkaian upaya diplomatik yang sedang dijalankan guna mencapai kesepakatan damai dan menghentikan eskalasi kekerasan yang terjadi di Jalur Gaza sejak pertengahan Maret 2025.
Menurut sumber-sumber diplomatik, pembahasan antara pihak Hamas dan mediator akan difokuskan pada pemantapan prinsip-prinsip gencatan senjata jangka panjang yang dapat diterima oleh semua pihak terkait.
Di antara poin utama yang dibahas adalah penghentian aksi militer secara sepihak dari pihak Israel, penghentian serangan udara dan darat terhadap infrastruktur sipil di Gaza, serta penarikan total pasukan militer Israel dari wilayah tersebut.
Pihak Hamas juga menekankan pentingnya pelibatan komunitas internasional dalam proses pemantauan dan pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata, agar tidak terjadi pelanggaran yang dapat memperburuk kondisi kemanusiaan di lapangan.
Situasi di Jalur Gaza dalam beberapa minggu terakhir telah mencapai titik krisis. Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza pada Sabtu, tercatat sedikitnya 1.563 warga sipil Palestina telah meninggal dunia, sementara 4.004 orang lainnya mengalami luka-luka akibat operasi militer Israel yang kembali dilancarkan sejak 18 Maret 2025.
Serangan tersebut dilaporkan menyasar berbagai wilayah di Gaza, termasuk kawasan padat penduduk, rumah sakit, sekolah, dan pusat distribusi bantuan kemanusiaan. Banyak korban jiwa merupakan perempuan dan anak-anak, yang menjadi kelompok paling rentan dalam konflik berkepanjangan ini.
Pihak berwenang Palestina menyampaikan bahwa rumah sakit dan fasilitas kesehatan kini berada dalam kondisi kritis, dengan keterbatasan suplai medis, listrik, dan air bersih. Organisasi-organisasi kemanusiaan internasional pun telah menyerukan penghentian segera terhadap operasi militer serta mendesak dibukanya akses bantuan tanpa hambatan ke wilayah yang terdampak.
Jamin Gencatan Senjata Terpatri
Sebagai bagian dari diplomasi regional, Mesir dan Qatar telah memainkan peran penting dalam mengupayakan jalur komunikasi antara pihak-pihak yang bertikai. Kedua negara itu, selama beberapa bulan terakhir, telah melakukan berbagai pertemuan intensif dengan para pemangku kepentingan untuk memfasilitasi dialog dan menghindari terjadinya perang skala penuh.
Dalam kesempatan terpisah, sejumlah negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menyampaikan dukungannya terhadap upaya gencatan senjata. Mereka menegaskan bahwa penyelesaian damai hanya dapat dicapai melalui dialog politik yang menghormati hak-hak dasar rakyat Palestina, termasuk hak atas kemerdekaan dan kebebasan dari pendudukan militer.
Pakar hubungan internasional menilai bahwa respons positif dari Hamas terhadap proposal ini menunjukkan adanya ruang diplomatik yang dapat dijajaki lebih lanjut. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa keberhasilan kesepakatan ini akan sangat tergantung pada komitmen semua pihak untuk menghentikan kekerasan dan memprioritaskan keselamatan warga sipil.
“Langkah Hamas untuk menerima kerangka kerja gencatan senjata dapat menjadi titik awal yang konstruktif, namun masih dibutuhkan kepastian bahwa pihak Israel juga akan merespons secara positif dan bersedia menarik pasukannya secara menyeluruh dari wilayah Gaza,” ujar seorang analis Timur Tengah dari Universitas Kairo.
Sementara itu, di tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Sekretaris Jenderal Antonio Guterres kembali menyerukan agar semua pihak menunjukkan penahanan diri. Ia menegaskan pentingnya perlindungan terhadap warga sipil dan akses tanpa hambatan bagi bantuan kemanusiaan, serta perlunya penyelidikan independen terhadap dugaan pelanggaran hukum internasional di lapangan.
Masyarakat internasional pun menyoroti urgensi penyelesaian konflik ini secara berkelanjutan, agar tidak terjadi siklus kekerasan berulang yang selama ini menjadi pola konflik di kawasan tersebut. Mereka menggarisbawahi bahwa upaya damai harus mencakup dimensi politik, kemanusiaan, dan keadilan, serta menjamin hak-hak dasar seluruh warga Palestina.
Baca Juga : UNRWA Peringatkan Bencana Kemanusiaan Meningkat Di Gaza
Seiring berlangsungnya pertemuan di Kairo, harapan publik pun menguat bahwa diplomasi akan mampu menghasilkan langkah nyata yang menghentikan pertumpahan darah dan membuka jalan menuju stabilitas di Jalur Gaza.
Meski perjalanan menuju perdamaian jangka panjang masih penuh tantangan, respons awal terhadap proposal gencatan senjata ini memberikan sedikit harapan bagi terciptanya situasi yang lebih aman bagi warga sipil yang selama ini hidup di tengah konflik berkepanjangan.