Pasukan Israel Masuk Lebanon Selatan Langgar Gencatan Senjata Pasukan militer Israel melakukan serangan ke wilayah strategis
di Lebanon selatan pada Kamis (26/12) dalam pelanggaran terbaru perjanjian gencatan senjata, lapor media Lebanon.
Tensi di kawasan Timur Tengah kembali memanas setelah laporan masuknya pasukan Israel ke wilayah Lebanon Selatan, yang dianggap sebagai
pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati.
Kejadian ini memicu reaksi keras dari pemerintah Lebanon dan kelompok militan Hizbullah, yang beroperasi aktif di wilayah tersebut.
Pasukan Israel Masuk Lebanon
Pasukan Israel memasuki wilayah Wadi al-Hujeir sambil menembakkan senapan mesin kaliber berat selama operasi mereka,
lapor kantor berita negara Lebanon, NNA.
Militer Lebanon menutup semua akses jalan menuju wilayah tersebut setelah serangan mendadak oleh Israel, menurut laporan penyiar tersebut.
Serangan Israel itu memaksa penduduk kota Qantara yang berada di dekat lokasi penyerbuan Israel mengungsi ke desa Ghandourieh, lanjut laporan NNA.
Hingga berita ini disiarkan, pihak militer Israel belum memberikan komentar terkait insiden tersebut.
Pihak berwenang Lebanon telah melaporkan lebih dari 300 pelanggaran yang dilakukan Israel sejak kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada 27 November.
Perjanjian ini bertujuan untuk mengakhiri lebih dari 14 bulan pertempuran antara militer Israel dan kelompok Hizbullah.
Berdasarkan ketentuan gencatan senjata, Israel diwajibkan menarik pasukannya ke selatan Garis Biru—yang merupakan perbatasan de facto—secara bertahap,
sementara militer Lebanon akan dikerahkan di Lebanon selatan dalam waktu 60 hari.
Data dari Kementerian Kesehatan Lebanon menunjukkan bahwa sejak serangan Israel ke Lebanon dimulai pada 8 Oktober 2023, setidaknya 4.063 orang telah tewas,
termasuk perempuan, anak-anak, dan tenaga kesehatan, sementara 16.663 lainnya mengalami luka-luka.
Sementara itu, komunitas internasional, termasuk PBB, menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan kembali pada jalur diplomasi.
Namun, tanpa komitmen nyata dari kedua belah pihak, situasi di Lebanon Selatan berpotensi memicu konflik besar yang melibatkan kekuatan regional lainnya.