Penyelundupan Senjata Hizbullah Lebanon Konflik Membara Lagi Militer Israel mengonfirmasi telah melancarkan serangan udara pada Rabu (26/2/2025) yang menargetkan seorang anggota penting Hizbullah di Lebanon. Media setempat melaporkan bahwa serangan tersebut menyebabkan satu orang tewas dan satu lainnya mengalami luka-luka.
“Beberapa saat yang lalu, Angkatan Udara Israel (IAF) melancarkan serangan presisi berbasis intelijen terhadap seorang anggota penting Hizbullah di Unit 4400 yang berada di wilayah Qasr, Lebanon,” demikian pernyataan yang dikutip dari AFP, Kamis (27/2/2025).
Israel mengidentifikasi target serangan sebagai Mahran Ali Nasser al-Din, yang diklaim memiliki peran krusial dalam jaringan penyelundupan senjata Hizbullah. Militer Israel menyatakan bahwa Mahran Ali Nasser al-Din berperan aktif dalam mengoordinasikan operasi dengan para penyelundup yang beroperasi di perbatasan Suriah-Lebanon.
Penyelundupan Senjata Hizbullah Lebanon
“Mahran Ali Nasser al-Din memainkan peran utama dalam penyelundupan senjata Hizbullah dan terlibat langsung dalam koordinasi dengan jaringan penyelundupan yang beroperasi di sepanjang perbatasan Suriah-Lebanon,” tambah pernyataan resmi militer Israel.
Serangan Udara dan Respons Lebanon
Badan Berita Nasional Lebanon (NNA) melaporkan bahwa serangan udara yang dilakukan Israel berasal dari pesawat nirawak (drone) yang menargetkan sebuah kendaraan di jalan Hermel-Qasr, di wilayah timur laut Lebanon. Akibat serangan tersebut, satu orang tewas dan satu lainnya mengalami luka-luka.
Serangan ini terjadi sehari setelah Israel menyatakan telah melancarkan serangan udara lainnya yang menyasar fasilitas produksi dan penyimpanan senjata strategis Hizbullah pada Selasa (25/2/2025). Menurut laporan NNA, serangan pada hari sebelumnya mengakibatkan dua orang tewas dan dua lainnya terluka.
Ketegangan yang Berlanjut Pasca-Gencatan Senjata
Lebih dari satu tahun pertempuran antara Hizbullah dan Israel masih menyisakan ketegangan, meskipun konflik besar sebelumnya telah dihentikan melalui gencatan senjata pada November 2024. Konflik ini sendiri dimulai ketika Hizbullah menyatakan dukungannya kepada kelompok Hamas dalam pertempuran melawan Israel.
Hizbullah mengalami kerugian besar akibat konflik ini, termasuk melemahnya kapasitas militer serta hancurnya beberapa bagian dari struktur kepemimpinannya. Israel sebelumnya melancarkan operasi darat dalam perang skala penuh selama dua bulan, yang bertujuan menghancurkan kekuatan Hizbullah di Lebanon.
Sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani pada 27 November 2024, pasukan Israel seharusnya menarik diri dari Lebanon selatan, sementara Hizbullah diwajibkan untuk memindahkan infrastruktur militer mereka dari kawasan tersebut. Namun, hingga awal Februari 2025, pasukan Israel masih bertahan di lima titik strategis yang dianggap krusial oleh militer Israel.
Ancaman Eskalasi dan Upaya Diplomasi
Meskipun perjanjian gencatan senjata masih berlaku, ketegangan antara Israel dan Lebanon kembali meningkat, memicu kekhawatiran akan eskalasi yang lebih luas. Beberapa analis menilai bahwa situasi ini dapat berkembang menjadi konflik berkepanjangan yang akan berdampak tidak hanya pada Israel dan Lebanon, tetapi juga melibatkan aktor-aktor regional dan internasional.
Dalam upaya mencegah eskalasi konflik, berbagai pihak telah melakukan langkah-langkah diplomasi guna mengurangi ketegangan. Beberapa negara yang memiliki peran strategis di kawasan Timur Tengah, termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Mesir, dikabarkan tengah mengupayakan perundingan untuk mencegah konflik semakin meluas.
Menurut sumber-sumber diplomatik, negosiasi intensif telah dilakukan untuk mencari solusi damai guna mencegah pecahnya kembali konflik berskala besar. Upaya ini dilakukan melalui pertemuan bilateral dan multilateral, yang melibatkan berbagai aktor internasional.