Presiden Perancis Diduga Ditampar Istri Saat Tiba di Vietnam
Kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada Mei 2025
mendadak menuai sorotan publik. Bukan hanya karena kehadiran kepala negara asing di situs warisan dunia UNESCO
tetapi karena adanya penggunaan eskalator portabel untuk memudahkan Macron menaiki kompleks candi yang terkenal dengan ratusan anak tangga tersebut.
Penggunaan alat bantu modern di situs kuno itu menimbulkan perdebatan, terutama di media sosial.
Banyak pihak mempertanyakan apakah langkah tersebut sesuai dengan prinsip pelestarian cagar budaya.
Sejumlah netizen bahkan menyuarakan kekhawatiran bahwa langkah itu bisa menjadi preseden buruk bagi pengunjung lainnya.
Presiden Perancis Diduga Ditampar Istri Saat Tiba di Vietnam
Presiden Macron datang ke Borobudur sebagai bagian dari rangkaian kunjungan kenegaraan ke Indonesia
sekaligus mempromosikan kerja sama bilateral di bidang kebudayaan dan pariwisata.
Dalam kunjungan itu, Macron mengapresiasi keindahan dan nilai sejarah Candi Borobudur, dan mengungkapkan
kekagumannya terhadap warisan budaya Indonesia yang masih terjaga hingga kini.
Namun, atensi publik justru beralih pada kemunculan alat bantu berupa eskalator semi-permanen yang dipasang di bagian sisi candi.
Beberapa dokumentasi foto dan video yang tersebar luas menunjukkan rombongan VVIP menggunakan fasilitas tersebut untuk mengakses tingkat atas Borobudur.
Penjelasan Resmi dari Pihak Pengelola: Klarifikasi dari Dody
Menanggapi kritik publik, Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Museum, Dody Wiranata
memberikan klarifikasi resmi kepada media. Ia menegaskan bahwa pemasangan eskalator tersebut
bersifat sementara, hanya digunakan dalam kunjungan VVIP, dan tidak bersentuhan langsung dengan struktur asli candi.
“Alat bantu tersebut tidak menyentuh batuan cagar budaya. Posisinya di bagian pelataran luar dan dibangun menggunakan platform non-permanen. Kami sudah berkonsultasi dengan tim konservasi sebelum mengizinkannya,” jelas Dody.
Menurut Dody, pemakaian eskalator dilakukan demi alasan protokoler dan keamanan kepala negara asing,
yang juga mempertimbangkan efisiensi waktu dan faktor kesehatan tamu negara.
Pengawasan Ketat oleh Tim Ahli dan Konservator
Pihak pengelola Candi Borobudur, termasuk Balai Konservasi Borobudur dan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), telah melakukan evaluasi sebelum,
selama, dan sesudah kunjungan. Dody menyebut bahwa setiap elemen tambahan di area candi telah
melalui penilaian risiko dan dinyatakan tidak berdampak negatif terhadap struktur asli Borobudur.
Kami sangat ketat dalam pengawasan. Tim arkeolog dan konservator kami terlibat penuh
selama proses berlangsung. Setelah kunjungan selesai, alat bantu segera dibongkar tanpa meninggalkan bekas atau kerusakan,” tambahnya.
Respons Publik dan Pengamat Budaya
Meski penjelasan resmi telah diberikan, respons publik masih beragam. Sebagian netizen memahami bahwa
perlakuan khusus terhadap tamu negara adalah hal wajar dalam diplomasi. Namun tak sedikit
pula yang menilai hal ini bisa menjadi “contoh buruk” dan membuka celah perlakuan istimewa lainnya di masa depan.
Pengamat budaya dari Universitas Indonesia, Dr.
Nina Kusumawardhani, mengatakan bahwa penting bagi pemerintah untuk menjaga
konsistensi kebijakan akses di situs cagar budaya. Ia menekankan perlunya menyosialisasikan secara
terbuka prosedur kunjungan VVIP agar tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat.
“Kalau benar alat bantu tidak bersentuhan dengan struktur candi, maka tidak ada pelanggaran.
Tapi edukasi ke publik penting agar masyarakat tahu kenapa ada pengecualian,” jelasnya.
Kebijakan Akses Borobudur Saat Ini
Sejak 2022, akses ke puncak Candi Borobudur memang dibatasi untuk umum demi menjaga kelestarian
struktur batu yang rentan aus akibat tekanan fisik dari jutaan pengunjung tiap tahun.
Hanya pengunjung tertentu yang diperbolehkan naik, itupun dengan jumlah terbatas dan melalui pemesanan khusus.
Dalam konteks itu, penggunaan alat bantu untuk VVIP memang menimbulkan pertanyaan etis, meski dari sisi teknis dinyatakan aman.
Pemerintah pun berjanji akan lebih transparan dalam menyampaikan informasi kebijakan akses ke depannya.
Baca juga;Serangan Drone Rusia Guncang Ibu Kota Ukraina, 3 Tewas dan 11 Terluka
Kesimpulan: Antara Protokoler dan Pelestarian
Peristiwa “eskalator Presiden Prancis” di Borobudur menjadi contoh nyata dari tarik menarik antara kepentingan
protokoler diplomatik dan pelestarian warisan budaya. Klarifikasi dari Dody Wiranata
menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap struktur cagar budaya, namun opini publik
menunjukkan pentingnya komunikasi terbuka dan edukasi masyarakat.
Sebagai warisan dunia, Candi Borobudur memang harus dijaga bersama, termasuk dalam menghadapi
tantangan kunjungan internasional. Diharapkan ke depan, semua pihak—baik pengelola, pemerintah
maupun masyarakat—dapat bersinergi menjaga marwah candi sekaligus memanfaatkan potensinya secara bijak.