Situasi Kesehatan Di Gaza Memburuk Jika Blokade Israel Berlanjut

Situasi Kesehatan Di Gaza

Situasi Kesehatan Di Gaza Memburuk Jika Blokade Israel Berlanjut seiring dengan terus berlanjutnya blokade yang diberlakukan oleh Israel. Pejabat Palestina bersama lembaga-lembaga internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengeluarkan peringatan serius pada Minggu (11/5/2025) terkait potensi memburuknya kondisi masyarakat Gaza apabila akses distribusi bantuan kemanusiaan dan medis tidak segera dibuka kembali.

Menurut laporan resmi dari otoritas kesehatan di Gaza, sekitar 64 persen pasokan medis penting telah habis akibat pembatasan ketat yang diberlakukan di sejumlah titik perlintasan masuk. Blokade tersebut, yang kembali diperketat sejak Maret 2025, membuat akses terhadap suplai farmasi dan logistik medis menjadi nyaris mustahil.

“Indikator kekurangan obat-obatan menunjukkan tren memburuk yang sangat cepat. Saat ini, 43 persen dari total obat-obatan esensial telah benar-benar kosong. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 6 persen hanya dalam kurun satu bulan terakhir,” demikian pernyataan resmi dari otoritas kesehatan Gaza.

Situasi Kesehatan Di Gaza Memburuk Penyakit Kronis

WHO: Krisis kesehatan di Gaza makin parah karena blokade yang masih berlanjut

Fasilitas pelayanan kesehatan utama seperti unit gawat darurat, ruang operasi, dan ruang perawatan intensif disebutkan beroperasi dalam kondisi yang sangat kritis, dengan stok obat yang semakin menipis. Sementara itu, jumlah pasien dengan kondisi darurat dan penyakit kronis terus bertambah setiap harinya.

Dalam situasi krisis ini, kelompok pasien yang paling terdampak adalah mereka yang menderita penyakit tidak menular, termasuk gangguan jantung, gagal ginjal, tumor ganas, kelainan darah, dan diabetes. Menurut laporan tenaga kesehatan setempat, banyak di antara pasien tersebut memerlukan pengobatan rutin dan prosedur lanjutan, namun tidak dapat memperoleh layanan yang memadai akibat keterbatasan sarana dan prasarana.

Bassam Zaqout, Direktur Program Bantuan Medis di Gaza bagian selatan, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi anak-anak dan penyandang disabilitas yang menjadi kelompok rentan dalam situasi ini.

“Pasien anak-anak yang memerlukan perawatan di luar wilayah Gaza tidak diizinkan keluar karena pembatasan perjalanan yang diberlakukan Israel. Padahal, Gaza sendiri tidak memiliki cukup peralatan rehabilitasi, seperti kaki dan tangan buatan, serta lingkungan yang ramah bagi penyandang disabilitas,” jelas Zaqout.

Rumah Sakit Terancam Lumpuh Total

Abdel Salam Sabah, Direktur Rumah Sakit Mata Gaza, turut menyoroti krisis ini. Ia mengatakan bahwa kelangkaan bahan habis pakai dan alat medis esensial untuk operasi oftalmologi telah mencapai tahap kritis. Jika tidak segera ada intervensi dari otoritas berwenang dan organisasi kemanusiaan internasional, rumah sakit tersebut diperkirakan akan menghentikan seluruh layanan pembedahan.

“Operasi untuk pasien penyakit retina, retinopati diabetik, serta pendarahan internal berisiko tidak bisa dilakukan lagi. Ini sangat membahayakan nyawa dan penglihatan pasien,” tegas Sabah.

Peringatan serupa juga dikeluarkan oleh Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Melalui unggahan di media sosial X (sebelumnya Twitter), UNRWA menyatakan bahwa setiap hari keterlambatan pengiriman bantuan ke Gaza akan semakin memperparah risiko krisis permanen yang dapat merenggut banyak nyawa.

Situasi kesehatan di Gaza bisa memburuk jika blokade Israel berlanjut - ANTARA News

“Semakin lama jalur distribusi bantuan tetap ditutup, maka semakin besar pula kemungkinan dampak jangka panjang terhadap kehidupan warga sipil. Ribuan truk berisi bantuan penting masih tertahan dan tidak dapat memasuki wilayah Gaza,” bunyi pernyataan tersebut.

Sebagai informasi, Pemerintah Israel menghentikan akses distribusi barang ke Gaza sejak 2 Maret 2025. Kebijakan ini diambil setelah berakhirnya fase pertama perjanjian gencatan senjata dengan kelompok Hamas pada Januari lalu.

Korban Jiwa Terus Bertambah

Situasi menjadi semakin kritis setelah Israel kembali melancarkan operasi militer ke wilayah Gaza pada 18 Maret 2025. Berdasarkan data yang disampaikan otoritas kesehatan di Gaza pada Minggu, sebanyak 2.720 warga Palestina telah meninggal dunia, sementara lebih dari 7.500 orang mengalami luka-luka, sebagian di antaranya dalam kondisi parah.

PBB pun secara berulang kali telah mengeluarkan peringatan mengenai potensi bencana kemanusiaan berskala besar yang mengancam lebih dari dua juta penduduk Gaza. Organisasi tersebut melaporkan bahwa gejala kelaparan akut semakin sering dijumpai, khususnya di kalangan anak-anak yang mengalami kekurangan gizi berat.

Kondisi ini diperburuk dengan keputusan organisasi kemanusiaan asal Amerika Serikat, World Central Kitchen (WCK), yang menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya di Gaza sejak Rabu (7/5/2025). Penutupan tersebut dilakukan karena pasokan bantuan yang kian menipis dan tidak adanya jaminan keselamatan bagi relawan mereka di lapangan.

Akibatnya, sebagian besar dapur umum di wilayah Gaza terpaksa tutup. Hal ini menyebabkan ribuan keluarga kehilangan akses terhadap makanan siap saji dan semakin rentan terhadap krisis pangan.

Amjad Shawa, Direktur Jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat Palestina di Gaza, menyatakan bahwa penutupan dapur umum akan memperburuk situasi kelaparan yang saat ini sudah berada dalam tahap mengkhawatirkan.

“Jika bantuan pangan dan medis tidak segera masuk, maka dampaknya akan langsung terasa, terutama terhadap kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, lansia, dan pasien berkebutuhan khusus. Mereka adalah yang pertama menjadi korban dari kegagalan sistem distribusi bantuan,” ujarnya dalam wawancara dengan Kantor Berita Xinhua.

Baca Juga : Usai Sepakati Gencatan Senjata, Oleh India-Pakistan Saling Tuduh

By Admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

saya bukan robot *Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.